Bandarlampung – Beritaphoto.id
Pemohon Peninjauan Kembali (PK) dalam sidang perkara tindak pidana kepemilikan 49 butir ekstasi dengan agenda menghadirkan saksi ahli di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang, Bandarlampung.
Terdakwa A Latif Rais melalui penasihat hukumnya, Adiwidya Hunandika menghadirkan Saksi Ahli Pidana Bidang Narkoba dari Badan Narkotika Nasional (BNN), Dr Ilyas untuk menerangkan terkait pasal yang telah diterapkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bandarlampung, Salahuddin.
Dalam persidangan, saksi ahli asal Fakultas Hukum Universitas Karawang (Unsika) tersebut, menerangkan kepada majelis hakim dan jaksa bahwa pengajuan PK sendiri merupakan hak dari narapidana.
Pengajuan PK sendiri, lanjut dia, dalam keterangannya bahwa diyakini ada kesalahan dari majelis hakim atau ada bukti yang belum diperiksa sehingga perlu dilakukan peninjauan kembali di dalam persidangan.
“PK itu adalah upaya hukum yang luar biasa. Di dalam persidangan kita menguji kembali langkah atau putusan yang telah inkrah yang diambil baik itu majelis hakim maupun jaksa,” katanya dalam persidangan, Selasa.[30/1/2024]
Dia melanjutkan, soal penerapan pasal yang diterapkan oleh jaksa sendiri terkait Pasal 114, 113 KUHP menurutnya ada kekeliruan. Sebab menurut dia, dalam Pasal 114 KUHP harus terukur pekerjaannya dan harus dikonfresikan ke Pasal 132 yakni pembagian tugas para terdakwa harus jelas.
“Ini namanya bukti yabg untuk diuji kembaki, jadi ketika ada kekeliruan maka bisa direvisi oleh majelis PK,” kata dia.
Selain menerangkan terkait pasal yang telah diterapkan oleh jaksa, Dr Ilyas juga menerangkan bahwa barang bukti mobil milik terdakwa yang dalam putusannya dikembalikan kepada terdakwa sama saja membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah dalam perkara tersebut.
“Kalau pendapat saya itu menunjukkan bahwa alat yang dipakai untuk kejahatan dikembalikan berarti terdakwa tidak terlibat dalam tindak pidana kejahatan. Seharusnya disita baik untuk negara atau pun dimusnahkan,” katanya.
Tim Penasihat Hukum BE-1 Law Firm, Adiwidya Hunandika mengatakan, bahwa pihakhya mengajukan PK atas tiga dasar diantarahya novum, adanya kekeliruan, dan adanya kekhikafan baik hakim dan jaksa dalam memeprtimbangkan perkara tersebut.
“Sudah kami sampaikan dalam memori bahwa jaksa tidak mempertimbanhkan keterangan dari saksi yang menyatakan bahwa tidak ada keterlibatan tindak kepemilikan narkotika. Hahya ada satu saksi yang menyatakan bahwa narapidana terlibat sehingga sebenarnya itu tidak wajar diputus tindak pidana,” katanya.
“Pada intinya keterlibatan narapidana itu tidak jelas. Apalahi barang bukti yaang dikembalikan kepada terdakwa sama saja menyatakan bahwa narapidana ini tidak terlibat. Karena perbuatan yang dilakukan secara berkelompok, seharuajya barang bukti dirampas baik untik dimusnahkan atau untuk negara,” katanya lagi.
Sebelumnya, terdakwa A Latif Rais telah dituntut hukuman oleh jaksa selama 8 tahun dan enam bulan. Kemudian terdakwa dari tuntutan tersebut dijatuhi hukuman oleh majekis hakim selama tujuh tahun.
Terdakwa sempat melakukan banding hingga kasasi, namun outusan banding san kasasi menguatkan putusan pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandarlamlung.
Terdakwa A Latif Rais sendiri dijatuhi hujuman terkait kepemikikan 49 butir ektasi bersama rekannya. Dalam perkara tersebut, kendaraan mobil milik terdakwa telah dipakai oleh rekannya untuk mengambil 49 butir ekstasi tanpa sepengetahuan terdakwa.
Namun tidak lama, terdakwa yang tidak mengetahui dan sedang tidur di rumah rekannya tersebut, justru ikut dibawa polsi atas penemuan 49 butir ekstasi tersebut.[*]