Sidang perdana Korupsi Jalan Sutami di Sidang, Tiga Terdakwa Ajukan Eksepsi

oleh

Bandar Lampung,Beritaphoto.id
Sidang perdana dugaan Korupsi jalan Ir. Sutami tahun anggaran 2018-2019 yang dikerjakan oleh Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional Wilayah I Provinsi Lampung, Kementerian PUPR digelar dengan empat terdakwa di di PN Tipikor Tanjungkarang, Senin (30/1/2023).

Sidang perdana tersebut dengan agenda dakwaan menghadirkan empat terdakwa yakni Direktur Utama PT Usaha Remaja Mandiri (URM) Bambang Wahyu Utomo, Pemilik PT URM Hengki Widodo alias Engsit, Sahroni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Awal, dan Rukun Sitepu selaku PPK pengganti.

Keempatnya didakwa dengan Pasal 2 dan pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Sebagimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP

Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Lampung Sri Aprilinda Dani mengatakan, Engsit bersama Bambang, Sahroni dan Rukun Sitepu didakwa melakukan perbuatan yang bertentangan dengan prinsip dan etika dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah Untuk memenangkan PT URM dalam lelang Pekerjaan konstruksi Preservasi Rekonstruksi Jalan Prof. Dr. Ir. Sutami- Sribawono-Sp.Sribawono (PN) Tahun anggaran 2018-2019.

JPU menyebut, perbuatan terdakwa berawal pada Maret 2018. Dalam rangka persiapan lelang, Engsit memerintahkan saksi Van Yustisi untuk mempersiapkan dokumen tiga perusahaan selain PT URM yang kesemuanya milik Engsit untuk mengikuti proses lelang.

Kemudian pada Mei 2018, Van Yustisi mengambil Dokumen rincian harga satuan dalam perhitungan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) di Rumah Saksi Sahroni selaku PPK sebagai Pedoman membuat penawaran dalam mengikuti lelang pekerjaan tersebut.

“Sebenarnya dokumen tersebut merupakan dokumen rahasia yang tidak boleh diberikan kepada peserta lelang,” ujar JPU.

JPU Sri Aprilinda mengungkapkan, dalam proses pelelangan Van Yustisi memberikan uang kepada saksi Sahroni Rp160 juta dalam tiga tahap sebagai imbalan memberikan dokumen rincian harga satuan dalam perhitungan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) serta untuk mempermudah semua urusan terkait proses sejak awal lelang sampai dengan kontrak senilai Rp143.050.500.000

Dalam pengerjaan, seharusnya menggunakan aspal cair modifikasi Merk JAP-57 sebanyak 1.556.922,46 kilogram, namun pada kenyataannya PT. URM hanya menggunakan aspal cair modifikasi Merk JAP-57 sebanyak 500.770 Kg yang dibeli dari PT. Sarana Lampung Utama dengan harga perkilogram Rp 9.900 sampai dengan Rp. 10.450.- sedangkan sisanya menggunakan aspal cair merk dan jenis lain yang tidak sesuai DMF dan JMF yaitu aspal 60/70 (aspal non modifikasi) yang dibeli dari PT. Multi Trading Pratama dengan harga Rp. 6.364,- sampai Rp.7.000,- perkilogram.

Dalam pekerjaan, Rukun Sitepu disebut menerima imbalan dari terdakwa sejumlah Rp250 juta secara tunai pada saat bertemu di lokasi pekerjaan dengan tujuan untuk mempermudah semua urusan terkait proses pekerjaan sejak awal sampai dengan akhir pelaksanaan pekerjaan.

Selanjutnya pada 5 Desember 2019, Tim Pemeriksa Hasil Pekerjaan melaksanakan pemeriksaan ditemukan beberapa kerusakan/cacat mutu/kekurangan-kekurangan pekerjaan. Atas kondisi tersebut, meminta perbaikan.

“Bambang hanya melakukan perbaikan atas kerusakan dan kekurangan pekerjaan hasil dari pemeriksaan Tim pemeriksaan hasil pekerjaan tidak melakukan perbaikan terhadap kuantitas dan kualitas secara keseluruhan,” sebut JPU.

Kemudian berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara tanggal 6 September 2022 diperoleh kerugian keuangan negara sebesar Rp29,216 miliar.

Atas dakwaan tersebut, Engsit, Bambang dan Sahroni bakal mengajukan eksepsi, sedangkan Rukun Sitepu tidak mengajukan eksepsi.

Kuasa Hukum Engsit dan Bambang, Tumpal. P. Hutabarat mengatakan, eksekpsi diajukan karena Engsit selaku Komisaris dan Bambang selaku Direktur Utama tidak mengikuti dan mengerjakan secara teknis di lapangan.

“Jaksa juga tidak menguraikan apa perbuatan mereka, hanya disuruh perintahkan Van Yustisi, dan kaitannya memerintahkan atau dibocorkan apa kaitannya dari kerugian negara. Adanya kerugian negara dalam pelaksanaan, jadi dakwaan tidak menguraikan dengan runut, tiba-tiba muncul tanda tangan dan kontrak,” jelasnya.

Tumpal melanjutkan, penggunaan aspal merk ESO bukan merk yang seharusnya digunakan dan sudah disetujui oleh pejabat pembuat komitmen (PPK).

“Karena distributor aspal itu disini terbatas, makanya disetujui PPK. Dalam dakwaan jaksa kan sudah diaudit tertentu oleh direktorat Bina Teknik Kementerian PUPR dan sudah diperbaiki, tapi auditnya dimuat” ucapnya.

Sementara, Kuasa Hukum Rukun Sitepu Firdaus Pranata Barus mengatakan pihaknya tidak mengajukan eksepsi lantaran dakwaan. Menurut Firdaus, pihaknya akan berfokus pada pokok perkara nantinya.(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *